Ateis bukanlah sebuah agama, bukan pula sebuah sekte.
Ia adalah sebuah sikap dari orang-orang yang memilih tidak beragama dan tidak percaya dengan tuhan. Yang menarik, kelompok ini umumnya adalah orang-orang terpelajar. Dari sisi ekonomi, kebanyakan mereka dari keluarga mapam.
Dari tahun ke tahun jumlah masyarakat ateis semakin berkembang di dunia. China adalah negara paling banyak memiliki masyarakat ateis. Perkembangan ateis di negeri tirai bamboo ini muncul karena sistem politik negara itu yang mendorong masyarakat melupakan agama. Karena itu bisa dikatakan ateis di China lahir secara alamiah karena pengondisian oleh negara, bukan lahir dari sebuah proses kontemplasi diri yang menghasilkan keyakinan bahwa agama hanyalah sebagai sebuah budaya yang mengusik kehidupan masyarakat.
Dalam sebuah lawatan ke China, saya pernah menanyakan masalah ateis ini kepada salah seorang rekan yang kebetulan bekerja sebagai wartawan lokal.
“Mengapa Anda memilih Ateis?”
Jawabannya sederhana, karena sejak kecil ia tidak pernah diperkenalkan dengan agama. Orang tua dan lingkungannya juga adalah orang-orang yang tidak peduli dengan agama. Selama bersekolah ia pun tidak pernah diajarkan tentang agama. Karena itu ia tidak pernah paham agama. Beranjak dewasa, baru ia sadar bahwa sikapnya itu adalah ateis. Kini ia sangat sibuk menjalani aktivitas sehari-hari sehingga ia merasa tidakmembutuhkan agama dalam hidupnya.
Pernyataan rekan ini menjadi bukti bahwa keberadaan ateis di China lebih didasari karena hidup mereka tidak pernah dekat dengan agama. Negara berperan menciptakan suasana ini karena China merupakan negara komunis terbesar di dunia, di mana agama dibendung untuk berkembang. Hanya ada sebagian kecil masyarakat di sana memeluk agama, seperti Islam, Budha atau kristen. Dari 1,3 miliar penduduk negara itu, lebih dari 80 persen memilih ateis.
Tidak adanya pembelajaran agama di sekolah dan di keluarga membuat mayoritas rakyat China tidak mengerti tentang agama. Ada beberapa di antara mereka yang sedikit percaya dengan tuhan, tapi merasa ragu karena tidak bisa membuktikannya secara ilmiah. Selama ini mereka lebih banyak dicecoki dengan ilmu-ilmu ilmiah yang mendorong untuk berkarya dan bekerja lebih keras. Mereka didokrin untuk bisa menyelesaikan masalah sendiri tanpa perlu berdo’a atau mengharap ridho dari Sang Pencipta.
Penganut ateis di China sebenarnya lebih tepat dikatakan agnostik. Menurut filsuf William L. Rowe, defenisi agnostik adalah orang yang mendustakan atau meragukan keberadaan Tuhan. Sedangkan ateis adalah orang yang sama sekali tidak percaya dengan keberadaan tuhan.
Boleh dikatakan agnostik dan ateis ini hanya beda tipis. Perbedaannya hanya pada landasan filosofis saja. Karena itu tulisan saya mengenai fenomena ateis ini menyentuh pula komunitas agnostik. Saya tidak menyorot perbedaan keduanya, tapi lebih melihatnya dalam satu frame, yakni kelompok masyarakat yang tidak percaya dengan agama dan Tuhan.
Berbeda dengan China, ateis yang berkembang di Amerika hadir karena proses transformasi pandangan masyarakatnya sendiri. Komunitas ini kian berkembang karena tidak adanya hambatan oleh negara. Kebebasan dalam menjalankan agama dan kebebasan untuk tidak beragama membuat ateis tumbuh pesat di Amerika.
Yang agak ekstrim adalah Albania. Pemerintah di negara itu memandang agama hanyalah budaya luar yang mencoba mengusik budaya asli mereka. Itu sebabnya di bawah Pemerintahan Presiden Albania Enver Honxha, negara itu pernah menghapuskan semua agama dan membuat Albania menjadi negara ateis total. Banyak tempat-tempat ibadah yang dinasionalisasikan. Ulama serta para pemeluk agama lain ditangkapi, disiksa, dan dieksekusi. Semua pendeta Katholik Roma, termasuk kardinal, suster, dan biarawan diusir dari Albania pada 1946.
Republik Ceko, meski tidak seekstrim Albania, tapi dulunya pernah juga melarang agama berkembang di negara mereka. Setelah Uni Sovyet bubar, perlahan-lahan warganya mulai membuka diri dengan agama, tapi dalam jumlah yang sedikit, sekitar 21 persen. Meski sekarang negara itu tidak lagi melarang perkembangan agama, tapi warga tetap dilarang menyebarkan pemahaman agama mereka pada masyarakat ateis. Alasannya, karena pemikiran soal ketuhanan dianggap pandangan purba. Para ateis percaya setiap masalah pasti ada usaha penyelesaian, dengan ketrampilan, kerja keras dan uang. Bukan memohon dari keajaiban Tuhan.
Setelah China, boleh jadi Amerika adalah negara yang memiliki pertumbuhan ateis yang cukup besar. Bahkan penelitian Trinity College pada 2008 menyebutkan, perkembangan warga ateis sangat pesat dibanding agama apapun di Amerika.
Pada 1990 jumlah masyarakat ateis di negera ini hanya 8,2 persen. Lima tahun kemudian meningkat menjadi 14,2 persen. Pada tahun 2008, angka itu sudah menyentuh 15 persen. Pada 2014 ini jumlah ateis di Amerika diperkirakan mendekati 20 persen. Ada kemungkinan dalam 10 tahun mendatang bakal terjadi "booming ateis” di negara ini.
Di Florida misalnya, dari hanya 5 orang atheis lima tahun lalu, sekarang berkembang hingga mencapai lebih dari 700 orang. Di beberapa negara bagian seperti South Carolina, jumlah para ateis bahkan berlipat menjadi tiga kalinya. Perkembangan ini tidak lepas dari usaha para pemercaya ateis yang terus melakukan segala cara untuk merekrut pengikut baru mereka lewat jaringan media sosial dan perangkat internet lainnya. Kemajuan teknologi komunikasi memang menjadi salah satu factor pemicu mudahnya ateis berkembang di negara itu.
Awalnya hanya orang dewasa berusia di atas 32 tahun yang berani mengaku ateis di Amerika. Tapi belakangan ini tidak sedikit anak di bawah usia 15 tahun yang berani mengakui kalau ia adalah ateis. Yang mengejutkan, tidak sedikit pula para tokoh agama Kristen yang terang-terangan mengumumkan kepada public kalau ia merubah keyakinannya menjadi ateis.
Mike Aus, pendeta di wilayah Houston menjadi pendeta pertama yang tampil di depan publik mengumumkan keputusannya menjadi ateis. Pendeta Gereja Theophilus di Katy itu menyatakan hal itu dalam suatu acara televisi Minggu di MSNBC. Aus adalah seorang pendeta Lutheran yang telah berkhotbah di gereja selama hampir 20 tahun. Sekarang, ia justru mengatakan tidak lagi percaya kepada pesan-pesan yang telah dikhotbahkannya selama ini.
Dampak dari pernyataan Aus itu dirasakan oleh gereja- geraja di Amerika. Gerejanya sendiri di Houston yang beranggotakan sekitar 80 orang kemudian ditutup. Para jemaatnya mengaku kecewa dan menuding Aus telah menghancurkan hidup mereka.
Mike Aus bukan satu-satunya pendeta yang merubah keyakinannya soal tuhan. Ada ratusan pendeta lain di Amerika melakukan hal yang sama. Para pendeta, pelayan dan pemimpin gereja yang tidak lagi percaya pada Tuhan itu kemudian membentuk kelompok pertemuan rahasia melalui situs clergyproject.com. Saat ini jumlah anggota kelompok itu mencapai 240 orang. Beberapa di antaranya diduga masih aktif melayani di gereja-gereja dan lembaga-lembaga pelayanan, meski mereka sendiri sesungguhnya tidak lagi percaya dengan apa yang mereka khotbahkan.
Tidak hanya kalangan pendeta, sejumlah politisi dan pengusaha di Amerika juga berani mengatakan kalau mereka ateis. Bahkan komunikasi ini memiliki jaringan di pemerintahan. “Kami membangun hubungan esensial dengan Kongress, dan kami punya pintu yang sama ke Gedung Putih,” Ujar Sean Faircloth, Direktur Eksekutif Secular Coalition for America.
Fenomena ini yang kian meyakinkan banyak orang bahwa ateis akan terus meningkat di Amerika. "Jika kecenderungan ini terus berlanjut, kemungkinan dalam dua dekade mendatang jumlah penganut ateis Amerika bisa mencapai seperempat dari penduduk negara itu, " kata Profesor Ryan Cragun dari University of Tampa yang pernah melakukan penelitian mengenai isu ini.
Amerika Serikat memiliki jumlah penduduk lebih dari 301 juta. Menurut CIA Fact Book, sekitar 52 persen warga negara itu adalah Protestan, Katolik 24 persen, Mormon 2 persen, Yahudi dan muslim masing-masing 1 persen, selainnya ateis dan agama lain.
Beberapa orang percaya bahwa perkembangan ateis di negara itu merupakan bentuk kemarahan kepada mantan presiden AS George W. Bush yang memiliki kebijakan beragam terhadap para pemeluk agama. Ada juga pandangan mengatakan kalau banjirnya buku-buku anti agama menjadi salah satu pemicu berkembangnya pemahaman ini di Amerika. Jaringan internet yang begitu luas menjadi alat pendorong utama memperluas gerakan ini.
Yang menarik, temuan Profesor Barry Kosmin peneliti Trinity College membuktikan hampir 70 persen paham ateis ini berkembang di kalangan laki-laki. Perempuan ternyata lebih religius daripada pria. Di bagian lain, survei Forum Agama dan Kehidupan Masyarakat Pew menemukan kalau para ateis memiliki nilai pengetahuan agama tertinggi. Jika rata-rata orang Amerika menjawab secara benar 16 dari 32 pertanyaan tentang ilmu agama, maka orang ateis memiliki nilai rata-rata 20,9. Penganut Yahudi sedikit di bawahnya, dengan nilai rata-rata 20,5.
Survei Pew Forum on Religion and Public Life pada awal 2013 bertajuk "The Global Religious Landscape” juga menemukan bukti bahwa ateis telah berkembang pesat di berbagai belahan dunia. Jumlah penganut ateis diperkirakan mencapai 1,1 miliar. China tetap merupakan negara dengan penduduk ateis terbesar, disusul Jepang, dan ketiga adalah Amerika Serikat.
Jumlah penganut agama Kristen masih tetap yang terbesar di dunia, mencapai 2,2 miliar orang atau sekitar 31,5 persen populasi dunia. Sebanyak 50 persen dari jumlah ini adalah penganut Katolik Roma, sisanya Protestan, Anglikan dan aliran-aliran non-denominasi lainnya. Pemeluk agama Islam menempati urutan kedua dengan jumlah 1,6 miliar atau 23 persen, di mana 90 persen di antaranya persennya adalah Sunni.
Menurut riset Pew, Islam bakal menjadi agama paling berkembang di dunia di masa depan. Setelah Islam, ateis menjadi peham yang terus mendunia, terutama di negara-negara kaya. Penganut agama Hindu dan Buddha menyusul di belakang mereka.
Pew juga memprediksi, agama yang perkembangan paling lambat di masa depan adalah Yahudi. Pemeluk Yahudi hanya 14 juta orang, atau 0,2 persen dari populasi dunia. Yahudi terbanyak ada di Israel, yang mencapai 40,5 persen dari populasi Yahudi di seluruh dunia(.penyunting oleh : dr.Darren kwan,P.hd)
Penulis sedang mengikuti fellowship tentang Toleransi dan Kebebasan Beragama di Massachusetts, Amerika Serikat.
Labels:
BUDAYA,
DUNIA,
Internasional,
NASIONAL,
POLITIK
Thanks for reading MASYARAKAT ATHEIS DUNIA TEMPATI PERINGKAT KETIGA TERBANYAK,SETELAH AGAMA KRISTEN DAN ISLAM. Please share...!
0 Comment for "MASYARAKAT ATHEIS DUNIA TEMPATI PERINGKAT KETIGA TERBANYAK,SETELAH AGAMA KRISTEN DAN ISLAM"